PETERNAKAN
Kumpulan Informasi & Artikel Seputar Dunia Peternakan

Penyediaan Bibit Unggul

Penyediaan Bibit Unggul
BIB Lembang menggunakan pejantan dalam tiga kategori, yaitu sapi pejantan proven (Proven Bull), sapi pejantan Register dan sapi pejantan Performans (performances Bull).
Sapi pejantan dengan kualifikasi Proven pada umumnya bangsa sapi perah Holstein yang diimpor dari NewZealand, Jerman Canada dan Australia, sedangkan sapi pejantan kualifikasi Register dan Performans umumnya digunakan untuk sapi potong seperti bangsa Brahman Simmental, Limmousine, Charolais, AMZ, Santa Getrudis dan lain-lain yang diimpor dari New Zealand dan Australia. Sebaliknya untuk peningkatan produksi sapi lokal melalui grading up digunakan sapi pejantan lokal seperti Ongole dengan kualifikasi performans (Performans Bull). Sampai saat ini BIB Lembang telah memenuhi sekitar 60% dari kebutuhan semen beku di Indonesia sesuai dengan kualifikasi pejantan tersebut diatas
Kriteria masing-masing pejantan adalah sebagai berikut :
1. proven Bull : keunggulannya sudah dibuktikan berdasarkan produksi dari anak-anaknya
2. Register Bull : keunggulannya berdasarkan catatan produksi (susu dan pertambahan berat badan) dari 3 generasi di atasnya.
3. Performance Bull : keunggulannya berdasarkan tampilan individu pejantan tersebut.
Proven Bull terbatas pada sapi FH karena produksi susu tidak dapat berdasarkan pengujian produksi susu anak betina keturunan pejantan tersebut. Sedangkan pada sapi potong umumnya termasuk kriteria Register dan performance Bull.
Berdasarkan kualifikasinya, pejantan BIB Lembang dapat dikuasifikasikan seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Komposisi Pejantan berdasarkan Kualifikasinya

Pemeliharaan ternak pejantan Inseminasi Buatan merupakan kegiatan penting dalam pelaksanaan produksi semen beku. Bibit yang baik memerlukan perawatan yang sempurna dalam hal kesehatan, perkandangan dan pemberian pakannya, sehingga dengan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan semen beku berkualitas, demikian pula sebaliknya.
a. jumlah pejantan
Di awal berdirinya BIB Lembang diresmikan tahun 1975/1976 jumlah pejantan yang dipeluhara sebanyak 7 ekor terdiri dari sapi FH (Fries Hollstein), Ongole, Bali dan Brahman. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah pejantan baik sapi dan kerbau yang dipelihara terus meningkat sejalan dengan bertambah luasnya penerapan teknologi IB pada sub sektor peternakan.

Pada perkembangan selanjutnya dalam rangka optimalisasi fungsi Balai, selain memelihara pejantan Sapi dan Kerbau, pada tahun 1998/1999 dipelihara pula pejantan Domba sebanyak 2 ekor dan pada tahun 1998/1999 dalam rangka uji Performansi Sapi Pedet FH dipelihara 50 ekor sapi FH mulai umur 6 Bulan sampai umur 18 bulan.
Dalam perkembangannya jumlah pejantan yang mulai dipelihara mulai tahun 1975/1976 hingga tahun 2000 terlihat pada grafik di bawah ini :

b. Komposisi Bangsa Ternak

Bangsa Ternak untuk pejantan IB di Evaluasi secara berkala sebagai upaya peningkatan produksi dan produktivitas ternak lokal melalui "Grading Up" dan dengan tidak melupakan upaya konservasi genetik ternak asli Indonesia.

Bangsa ternak yang dipelihara meliputi sapi Bali, Ongole, Brahman, Sapi Madura, Kerbau Murrah dan Kerbau Belang dan Bangsa Sapi dalam rangka Grading up bangsa sapi lokal meliputi sapi FH, Hereford, Simmental, Santa Geturdis, Limousin, Charolais, Australian Milking Zebu, Belmon Red, Charbra, Brangus, Taurindicus, Draught Master dan Angus. Sedangkan pejantan domba yang dipelihara adalah Domba Garut.

Pada tahun 1984 Dirjen Peternakan menyatakan bangsa pejantan untuk Inseminasi Buatan (IB) meliputi bangsa sapi Bali, Ongole, FH, Brahman, Simmental, Simmental, Limousin, Brangus dan Taurindicus serta kerbau Murrah. Pada perkembangan selanjutnya dimasukan pula sapi Angus untuk mendukung program Brangusisasi sapi lokal di Pulau Lombok. Sedangkan pejantan yang tidak dilanjutkan sebagai bangsa sapi untuk IB adalah Hereford, Santa Getrudis, Charolais, American Milking Zebu, Belmond Red, Chabra, Taurindicus, dan Draught Master. Pada tahun 2000 menyusul sapi Ongole dikeluarkan seluruhnya karena kurang diminati peternak, dan kerbau Murrah karena produktivitasnya rendah. Jumlah dan Bangsa Pejantan BIB Lembang sejak tahun 1975/1976 sampai dengan tahun 2000, terlihat pada di bawah ini :

b. Asal Pejantan
Pejantan yang telah dipelihara berasal dari dalam dan luar negeri. Sapi dari luar negeri berasal dari Australia, New Zealand, Canada, Belanda, Jerman dan Timur Tengah. Komposisi jumlah ternak asal impor menurut negara asal dan pejantan lokal dapat dilihat pada grafik 3.

Sedangkan pejantan lokal (dalam negeri) berasal dari Bali, Jatim, Jateng, BPT-HMT Baturaden, NTT, Yogyakarta, Tapos Bogor, BET Cipelang, Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Sumatera Selatan. Komposisi pejantan lokal terlihat pada di bawah ini :

c. Kualifikasi pejantan
Pejantan yang digunakan untuk IB terdiri atas 3 kualifikasi, yaitu Proven Bull , Register Bull dan Performance Bull. Masing-masing mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. proven Bull : keunggulannya sudah dibuktikan berdasarkan produksi dari anak-anaknya
2. Register Bull : keunggulannya berdasarkan catatan produksi (susu dan pertambahan berat badan) dari 3 generasi di atasnya.
3. Performance Bull : keunggulannya berdasarkan tampilan individu pejantan tersebut.
Proven Bull terbatas pada sapi FH karena produksi susu tidak dapat berdasarkan pengujian produksi susu anak betina keturunan pejantan tersebut. Sedangkan pada sapi potong umumnya termasuk kriteria Register dan performance Bull

PENGEMBANGAN PETERNAKAN TERPADU KAMBING DAN COKELAT DI LAMPUNG SELATAN

PENGEMBANGAN PETERNAKAN TERPADU
KAMBING DAN COKELAT DI LAMPUNG SELATAN

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak adalah melalui program pengembangan peternakan secara terkonsen-trasi dalam suatu kawasan agribisnis yang dilaksanakan dengan sistim keterpaduan dengan usaha lainnya.
Implementasi dari program tersebut diantaranya adalah melalui kegiatan pilot proyek pengembangan peternakan terpadu antara kambing dan cokelat di Lampung Selatan. Disamping untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat, pembangunan pilot proyek ini diharapkan juga dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam pengembangan peternakan berbasis sumber daya lokal.
Sedang sasaran yang ingin dicapai melalui kegiatan ini adalah tercapainya peningkatan produktivitas lahan, intensifikasi penggunaan lahan, serta pemanfaatan limbah kambing dan limbah tanaman cokelat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak, meningkatkan kesuburan lahan dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan.
I. POTENSI LIMBAH COKELAT
Tanaman cokelat atau kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman yang termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledonea, ordo Marva les, famili Sterculiacea, genus Theobroma dan species Theobroma cacao L. Permintaan dunia terhadap komoditi ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut Laconi E.B (1998), luas areal tanaman cokelat di Indonesia terus meningkat dengan laju peningkatan 5,7% per tahun, sedang laju peningkatan produksi cokelat sebesar 12,91% per tahun. Dengan meningkatnya produksi cokelat tersebut maka limbah yang dihasilkan semakin meningkat pula.
Menurut Darwis et al (1998), limbah buah cokelat terdiri dari kulit buah cokelat (75,67%), kulit biji cokelat (21,74%) dan plasenta (2,59%). Potensi produksi cokelat dan kulit buah cokelat di Indonesia selengkapnya seperti pada tabel-1.
Tabel-1 : Potensi produksi cokelat dan kulit buah cokelat di Indonesia

Daun cokelat sebagai pakan kambing
Tahun
Luas Areal (Ha) Produksi Coklat (ton) Produksi Kulit Buah Coklat (ton)
1991 422.062 174.899 132.346
1992 496.062 207.147 156.748
1993 535.285 258.059 195.273
1994 597.011 269.981 204.295
1995 602.428 304.866 230.692
1996 605.944 317.729 240.426
1997 610.876 332.929 251.927
Sumber : Laconi E. B., 1998

Ditinjau dari komposisi zat makanannya, kulit buah cokelat tidak dapat disetarakan dengan rumput gajah, akan tetapi kulit buah cokelat tidak dapat dimanfaatkan sebagai pakan serat secara langsung. Hal ini disebabkan limbah cokelat mengandung Theobromine yang menyebabkan keracunan pada ternak. Theobromine ini diduga dapat menghambat pertumbuhan mikroba rumen ternak ruminansia, sehingga dapat menurunkan daya cerna.
Komposisi zat makanan kulit buah cokelat, rumput gajah dan serat sawit berdasar bahan keringnya adalah seperti pada tabel-2.
Tabel 2 : Komposisi zat makanan kulit buah cokelat, rumput gajah dan serat sawit berdasar bahan keringnya
Zat Makanan (%)
Kulit Buah Coklat Rumput Gajah Serat Sawit
Bahan Kering 91,33 92,89 93,21
Abu 14,80 12,88 6,46
Protein 9,71 9,06 5,93
Lemak 0,90 2,36 5,19
Serat Kasar 40,03 38,25 40,80
Beta N 34,26 37,43 41,62
TDN 46,00 20,00 56,00
Sumber : Laconi E.B., 1998
Hasil penelitian Smith dan Adegbola (1998), menunjukkan bahwa kulit buah cokelat tanpa pengolahan yang diberikan bersama konsentrat pada 12 ekor sapi pedaging selama 84 hari, mengakibatkan penurunan berat badan diatas 40% meskipun konsumsinya meningkat. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai guna kulit buah cokelat antara lain melalui penerapan teknologi pakan seperti biofermentasi dan amoniasi urea. Sedang menurut Sunanto, H. (1992), sebelum digunakan untuk pakan ternak, limbah kulit buah cokelat perlu difermentasi terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6%-8% menjadi 12%-15%. Pada ternak sapi pemberian kulit buah cokelat yang telah diproses dapat meningkatkan berat badan sebesar 0,9 kg per hari. Sedang pada kambing sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian.
II. IMPLEMENTASI PROGRAM
• Lokasi dan Peternak
Sebelum konsep integrasi kambing dengan tanaman cokelat ini diimplementasikan, Tim Identifikasi yang terdiri dari unsur Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan dan Universitas Bandar Lampung telah melakukan identifikasi lokasi dan peternak di dua kecamatan yaitu Kecamatan Padang Cermin dan Kecamatan Gedong Tataan.
Setelah melalui berbagai pertimbangan baik teknis maupun non teknis akhirnya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan mengusulkan desa Padang Cermin, Kecamatan Gedong Tataan kepada Bupati Lampung Selatan untuk ditetapkan sebagai lokasi pilot proyek. Selanjutnya Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan menetapkan kelompok Padang Lestari sebagai pelaksana pilot proyek pengembangan peternakan terpadu kambing dan cokelat.
• Kelembagaan
Secara kelembagaan pilot proyek pengembangan peternakan terpadu kambing dan cokelat ini berada dibawah koordinasi Direktorat Pengembangan Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan, di tingkat Propinsi dibentuk Tim Pembina Propinsi. Sedang di tingkat Kabupaten dibentuk Tim Teknis Kabupaten. Kepengurusan kelompok terdiri dari satu orang Ketua dibantu oleh Bendahara dan Sekretaris. Terpilih sebagai Ketua kelompok adalah Bpk. Imron dibantu oleh Bpk. Nurfaizi dan Bpk. Ladaik masing-masing sebagai Sekretaris dan Bendahara.
Untuk membantu kelompok dalam pengembangan usahanya, ditunjuk seorang pendamping kelompok. Pendamping kelompok tersebut adalah Petugas Peternakan (KCD) di Kecamatan Padang Cermin. Tugas Pendamping Kelompok adalah membantu kelompok dalam :
• Menyusun dan memproses DRKK
• Pencairan, pemanfaatan dan pengembalian kredit
• Penerapan teknologi budidaya, panen dan pasca panen
• Pemberdayaan kelompok menjadi koperasi peternakan
• Menjalin kemitraan dengan investor• Pemasaran hasil
• Menyusun dan mengirim laporan meliputi laporan pelaksanaan kegiatan dan laporan lainnya.
• Meningkatkan kemampuan manajerial kelompok
• Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan bersama dengan instansi terkait
Direktur Pengembangan Peternakan (1) bersama kelompok peternak Padang Lestai, Kecamatan Padang Cermin, Lampung Selatan
• Penguatan Kelompok

Dari hasil PRA diketahui bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh kelompok di dalam mengem-bangkan usahanya adalah terbatasnya modal untuk menambah pemilikan ternak. Untuk itu Direktorat Pengembangan Peternakan melalui Bagian Proyek Pengembang Ternak Terpadu TA 2002 telah meng-alokasikan dana pemerintah untuk penguatan kelompok sebesar Rp 48.000.000,-
Berdasarkan hasil kesepakatan kelompok yang difasilitasi oleh Pendamping Kelompok dan Pembina Teknis, alokasi dana tersebut selanjutnya digunakan untuk pengadaan kambing sebanyak 72 ekor, bantuan perbaikan kandang dan pembelian obat. Dengan alokasi dana yang sangat terbatas tersebut akhirnya tiap anggota kelompok memperoleh penguatan usaha berupa penambahan kambing masing-masing sebanyak 3 ekor, perbaikan kandang dan bantuan obat.
• Tatalaksana Pemeliharaan Ternak

Secara umum tatalaksana pemeliharaan kambing di lokasi pilot proyek sudah cukup baik oleh karena pemeliharaan ternak sudah merupakan usaha keluarga yang turun temurun dari orang tua mereka. Kandang kambing yang umum disini adalah tipe kolong. Akan tetapi ada beberapa kandang yang tidak berkolong. Menurut mereka, kelebihan dari kandang tipe kolong adalah kebersihan kandang lebih terjaga dan penyakit parasit lebih mudah dihindari. Sedang kekurangannya adalah biayanya lebih mahal dan kambing dapat terperosok bila alasnya kurang rapat. Oleh karena itu para peternak sangat bersyukur mendapatkan bantuan untuk perbaikan kandang. Sebagian mereka yang kandangnya bukan tipe kolong, dengan bantuan tersebut akhirnya dapat di perbaiki menjadi tipe kolong. Sedang lainnya ada yang digunakan untuk menambah kapasitas kandang dan ada juga yang digunakan untuk memperbaiki kandang yang sudah rusak. Untuk menghindari terjadi kerugian yang disebabkan oleh adanya penyakit, maka kepada para peternak sudah diberikan penyuluhan mengenai beberapa jenis penyakit yang sering menyerang pada ternak kambing lengkap dengan tanda-tanda klinis, pencegahan, dan pengobatannya.

• Sistem Perguliran
Sesuai kesepakatan anggota kelompok pada saat PRA, maka pengambilan dana BLM yang diterima oleh peternak anggota kelompok pilot proyek dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
1. Tahap I : 20% pada bulan Desember 2003
2. Tahap II : 30% pada bulan Desember 2004
3. Tahap III : 50% + 55 (bunga) pada bulan Desember 2005
Sedang pelaksanaan perguliran dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan jumlah dana perguliran yang terkumpul. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu lama menyimpan aset kelompok dalam bentuk tunai di rekening. Perguliran diutamakan kepada anggota kelompok yang belum menerima bantuan. Perguliran berikutnya dapat diarahkan kepada kelompok lain dalam satu kawasan yang memenuhi persyaratan atas usulan kelompok yang bersangkutan dan direkomendasikan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan.
• Resiko Ternak

Resiko ternak, meliputi kematian dan kehilangan ditanggung oleh masing-masing peternak. Keputusan ini dipilih agar anggota kelompok lebih bertanggung jawab terhadap usahanya masing-masing.

III. PERMASALAHAN DAN UPAYA PENYELESAIANNYA
Ada pepatah yang mengatakan bahwa tiada gading yang tidak retak. Meskipun pilot proyek ini telah disiapkan melalui prosedur dan tahapan yang cukup panjang dengan melibatkan instansi terkait, ternyata didalam implementasi masih ditemui beberapa permasalahan. Hal ini terungkap ketika Direktur Pengembangan Peternakan dan staf melakukan kunjungan kerja di lokasi pilot proyek pada tanggal 20 Desember 2002 yang lalu. Pada kesempatan diskusi, beberapa peternak mengungkapkan bahwa pejantan yang mereka beli ternyata belum siap untuk mengawini induk betina yang telah birahi, sehingga induk yang mereka beli tidak dapat segera bunting.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, para peternak mengusulkan agar teknologi inseminasi buatan (IB) dapat diimplementasikan di lokasi pilot proyek. Menanggapi permintaan peternak tersebut, Direktur Perngembangan Peternakan menyanggupi untuk memfasilitasi pelatihan inseminator yang ada di lokasi untuk dilatih IB kambing dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di Balai Inseminasi Buatan yang ada di Propinsi Lampung termasuk pengadaan semen bekunya. Diharapkan pelatihan inseminator tersebut dapat dilaksanakan pada bulan Juli 2003 ini.
Permasalahan lain yang perlu mendapatkan perhatian ialah bahwa ternyata para peternak suka memberikan pakan berupa daun dan kulit buah cokelat yang masih segar. Meskipun kambing menyukai pemberian pakan ini, dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Smith dan Adegbola (1982), yang menyebutkan bahwa kulit buah cokelat tanpa pengolahan yang diberikan bersama konsentrat pada 12 ekor sapi pedaging selama 84 hari, mengakibatkan penurunan berat badan di atas 40% meskipun konsumsinya meningkat.
Untuk itu diharapkan agar Lembaga Penelitian yang terkait dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana dampak pemberian daun dan kulit buah cokelat terhadap produksi dan produktivitas ternak kambing.

IV. PENUTUP
Pada akhirnya keberhasilan dari pilot proyek pengembangan peternakan terpadu kambing dan cokelat ini akan sangat tergantung kepada dukungan dari berbagai instansi terkait dan kelembagaan ternak yang ada. Oleh karena itu fungsi pembinaan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk keberhasilan pilot proyek ini.

PEDOMAN PRODUKSI SAPI

PEDOMAN PRODUKSI SAPI
1. Standar Mutu Bibit
Untuk menjamin mutu produksi yang sesuai dengan permintaan konsumen diperlukan bibit ternak yang bermutu. Oleh karena itu diperlukan pengaturan mengenai Standar Mutu atau Kualitas Bibit ternak dan produksinya.
Pengaturannya ditetapkan dengan SK. Menteri Pertanian Nomor : 358/Kpts/TN.410/5/1988 tanggal 30 Mei 1988 tanggal 30 Mei 1988 dimana telah ditetapkan macam standar mutu bibit ternak sapi dalam Standar Pertanian Indonesia khususnya Standar Pertanian Indonesia Bidang Peternakan. Untuk ternak lainnya Standar Mutu Bibit adalah merupakan persyaratan teknis sesuai dengan kesepakatan pakar.
a. Standar Mutu Bibit Sapi
(1). Standar Umum
• Sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti : cacat mata (kebutaaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal serta tidak terdapat kelaianan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya.
• Semua sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan.
• Sapi bibit jantan sebagai pejantan serta tidak menderita cacat pada alat kelaminnya.
(2) Standar Khusus
No Bangsa Warna Bentuk badan Tinggi Gumba Umur
dan tanduk

1 Sapi Aceh Coklat muda, Betina:punuk kecil Betina:min 100 cm Betina18-23 bl
coklat merah Jantan:punuk jelas Jantan maks 105 cm Jantan24-36 bl
bata,coklat tidak bertanduk
hitam & putih
kelabu,sedikit
hitam putih ke
arah ventral tubuh

2 Sapi Madura merah bata Tubuh kecil,kaki Betina min 105 cm Betina18-24 bl
atau merah Betina tak berpunuk maks108 cm
coklat bercam- Jantan punuk berkem- Jantan min 115 cm Jantan24-36 bl
pur putih de- bang baik & jelas maks 121 cm
ngan batas Tanduk: kaki pendek
yang tidak je- serta mengarah kese-
las pada bagi- belah luar
an pantat

3 Sapi Bali Betina ber- Betina bentuk badan Betina min:102 cm Betina18-24bl
warna merah pendek kecil, bentuk maks:104 cm
lutut kebawah kepala panjang, halus
berwarna pu- dan sempit, leher ram
tih, pantat - ping
putih berbentuk
setengah bulan,
garis belut pada
punggung, ujung
ekor hitam

Jantan: berwarna Jantan bentuk Jantan min:113 cm Jantan24-36bl
hitam,lutut kebawah badan tumbuh maks118cm
berwarna putih, pan- baik berwarna
berbentuk setengah hitam, bentuk
bulan, ujung ekor kepala lebar, leher
hitam kompak dan kuat,
dada dalam dan
lebar.

4 Sapi Ongole Keputih-putihan: ke- Badan besar, Betina min:112cm Betina18-24bl
kepala,leher,gumba gelambir long- maks118cm
lutut,berwarna gelap gar serta ter-
terutama pada jantan ta tergantung
kulit disekeliling mata punuk besar
bulu mata,moncong letaknya persis
kuku kaki & bulu diatas scapula,
cambuk ekor berwar leher pendek
na hitam

5 Sapi Peranakan Putih kelabu atau ke Bentuk badan Betina min:112cm Betina18-24bl
Ongole hitam-hitaman betina lebih maks118cm
pendek dari Jantan min:118cm Jantan24-36bl
pada yang jan maks125cm
tan,kepala re-
latif pendek de
ngan propil me
lengkung,punuk
besar dan me-
ngarah keleher
Lipatan-lipatan
kulit yang ter
dapat dibawah
perut dan leher
menuju kearah
leher,kaki pan-
jang dan kokoh

6 Sapi Brahman Betina:putih/abu- Badan besar dan Betina min:112cm Betina18-23bl
Lokal abu atau merah kepala relatif besar maks:120cm Jantan24-36bl
tidak bertanduk Jantan min:125cm
maks:130cm

7 Sapi Perah Lo Betina dan jantan Berkepala panjang Betina min:116cm Betina18-24bl
belang hitam putih dahi seperti cawan maks:12cm
ujung ekor putih, moncong luas, Jantan min:125cm Jantan24-36bl
ujung ekor putih ambing besar dan maks:130cm
simetris
Bertanduk mengarah
kedepan dan keatas
pada yang jantan le-
bih panjang dari yang
betina

Berat badan:
betina, min:260kg
maks:300kg
Jantan, min:300kg
maks:350kg
2. Faktor pakan
Ransum makanan harus yang berkualitas baik, terutama pakan hijauan yang tersedia sepanjang tahun untuk memproduksi daging yang baik, karena kekuatan tubuh (daya tahan) sapi tergantung dari konstitusi tubuh, yang mana dipengaruhi oleh sifat keturunan dan keadaan sekitarnya. Setiap ternak mempunyai ketahanan alami yang diturunkannya, dan kita memperkuat daya tahan alami ini dengan pemberian pakan yang baik, perawatan kesehatan dan tindakan higienis.
Cara pemberian pakan yang baik dan efisien yaitu harus sesuai dengan kebutuhan biologis hewan yang bersangkutan. Untuk keperluan penggemukan dan peningkatan produksi, pakan yang berasal dari biji-bijian harus ditingkatkan, sedangkan pakan yang berserat kasar tinggi yang berasal dari bahan yang kurang bermutu, seperti jerami harus dikurangi atau dihentikan, dan hijauannya harus dikurangi.
Penyediaan ransum harus memenuhi syarat teknis supaya dapat menghasilkan penimbunandaging yang cukup tinggi. Bahan pakan ini harus bersih dan bebas dari racun.
3. Kandang
Dalam pemeliharaan sapi diperlukan kandang yang baik , masuk sinar mataharidan bersih supaya terhindar dari penyakit. Kandang harus suci hama begitupun dengan peralannya.
4. Program Kesehatan.
Supaya ternaknya sehat dari berbagai penyakit maka diperlukan tindak karantina, vaksinasi dan pemberian obat lainnya sebagai preventif misalnya obat cacing, vitamin dan lain-lainnya serta deworming dan deticking. Pemberian pakan yang baik dalam arti yang memenuhi syarat-syarat untuk sapinya baik bukan merupakan satu-satunya faktor penunjang kesehatan ternak sapi. Jadi kita harus mengikuti pelaksanaan program kesehatan secara baik. Karena jika sapi-sapinya sehat maka akan memperolah makanan yang dapat meningkatkan produksinya. Oleh karena itu maka prgogram kesehatan yang dilakukan dengan cara pencegahan terhadap suatu penyakit dan tindakan higienis perlu dilaksanakan secara baik.
5. Pengelolaan
Hasil penilihan sapi melalui seleksi harus berimbang dengan pengelolaan yang baik. Pengelolaan yang baik untuk meningkatkan atau perbaikan produksi.
6. Higienis/sanitasi
Tindakan higienis ialah usaha penjagaan kesehatan melalui kebersihan supaya terbebas dari suatu infeksi penyakit seperti bakteri, virus , jamur atau parasit.
7. Mengubur dan membakar bangkai
Ternak sapi yang mati akibat suatu penyakit terutama penyakit menular yang dipandang membahayakan, maka harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur dalam-dalam. Pemotongan sapi yang sakit harus dengan seijin dokter hewan.
8. Kebersihan pegawai
Pegawai harus bebas dari pencemaran infeksi penyakit menular. Untuk menghindari penyebar luasan kuman kesembarang tempat, maka harus mensuci hamakan dengan cara mencuci anggota badan dengan desinfektan atau air hangat dan sabun lalu dengan desinfektan

BUDIDAYA TERNAK SAPI POTONG

TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
BUDIDAYA TERNAK SAPI POTONG
( Bos sp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Sapi yang ada sekarang ini berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada babak Palaeoceen. Jenis-jenis primitifnya ditemukan pada babak Plioceen di India. Sapi Bali yang banyak dijadikan komoditi daging/sapi potong pada awalnya dikembangkan di Bali dan kemudian menyebar ke beberapa wilayah seperti: Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi.

2. SENTRA PETERNAKAN
Sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura banyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi. Sapi jenis Aberdeen angus banyak terdapat di Skotlandia. Sapi Simental banyak terdapat di Swiss. Sapi Brahman berasal dari India dan banyak dikembangkan di Amerika.

3. JENIS
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).
Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi Aceh yang banyak diekspor ke Malaysia (Pinang). Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman. Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%. Sapi Aberdeen angus (Skotlandia) bulu berwarna hitam, tidak bertanduk, bentuk tubuh rata seperti papan dan dagingnya padat, berat badan umur 1,5 tahun dapat mencapai 650 kg, sehingga lebih cocok untuk dipelihara sebagai sapi potong. Sapi Simental (Swiss) bertanduk kecil, bulu berwarna coklat muda atau kekuning-kuningan. Pada bagian muka, lutut kebawah dan jenis gelambir, ujung ekor berwarna putih.
Sapi Brahman (dari India), banyak dikembangkan di Amerika. Persentase karkasnya 45%. Keistimewaan sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun. Sapi potong ini juga lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk serta tahan panas.

4. MANFAAT
Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai tenaga kerja. Sapi juga dapat digunakan meranih gerobak, kotoran sapi juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat menjadi sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur.
Semua organ tubuh sapi dapat dimanfaatkan antara lain:
1. Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket.
2. Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang dan garang kerajinan
3. Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding dan masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan manusia.

5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan
kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.
1. Konstruksi dan letak kandang.
Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat, lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di luar kandang. Maksudnya adalah agar air yang tampak, termasuk kencing sapi mudah mengalir ke luar lantai kandang tetap kering. Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan yang berasal dari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak terbuka agar sirkulasi udara didalamnya lancar. Termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan sapi adalah air minum yang bersih. Air minum diberikan secara ad libitum, artinya harus tersedia dan tidak boleh kehabisan setiap saat. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang. Pembuatan kandang sapi dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah/ladang.
2. Ukuran Kandang.
Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan lebih dulu jumlah sapi yang akan dipelihara. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m. Sedangkan untuk seekor sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk seekor anak sapi cukup 1,5x1 m.
3. Perlengkapan Kandang
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak/ tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai. Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya. Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi.
6.2. Pembibitan
Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:
1. Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya.
2. Matanya tampak cerah dan bersih.
3. Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir.
4. Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
5. Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
6. Tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
7. Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
8. Pusarnya bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua hari.
Untuk menghasilkan daging, pilihlah tipe sapi yang cocok yaitu jenis sapi Bali, sapi Brahman, sapi PO, dan sapi yang cocok serta banyak dijumpai di daerah setempat. Ciri-ciri sapi potong tipe pedaging adalah sebagai berikut:
1. tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat/bola.
2. kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan.
3. laju pertumbuhannya relatif cepat.
4. efisiensi bahannya tinggi.

6.3. Pemeliharaan
Pemeliharaan sapi potong mencakup penyediaan pakan (ransum) dan pengelolaan kandang. Fungsi kandang dalam pemeliharaan sapi adalah :
a. Melindungi sapi dari hujan dan panas matahari.
b. Mempermudah perawatan dan pemantauan.
c. Menjaga keamanan dan kesehatan sapi.
Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan pembangkit tenaga. Makin baik mutu dan jumlah pakan yang diberikan, makin besar tenaga yang ditimbulkan dan masih besar pula energi yang tersimpan dalam bentuk daging.
1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas.
2. Pemberian Pakan
Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Sapi dalam masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara pertama dan kedua.
Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per hari. Dengan cara ini, maka tidak memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan bermacam-macam jenis rumput.
Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang yang dikenal dengan istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan diperoleh dari ladang, sawah/tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% - 2% dari berat badan. Ransum tambahan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu. yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan istilah ransum.
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (legu minosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro.
Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama. Termasuk dalam hijauan kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung, dsb. yang biasa digunakan pada musim kemarau. Hijauan ini tergolong jenis pakan yang banyak mengandung serat kasar.
Hijauan segar dapat diawetkan menjadi silase. Secara singkat pembuatan silase ini dapat dijelaskan sebagai berikut: hijauan yang akan dibuat silase ditutup rapat, sehingga terjadi proses fermentasi. Hasil dari proses inilah yang disebut silase. Contoh-contoh silase yang telah memasyarakat antara lain silase jagung, silase rumput, silase jerami padi, dll.
3. Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Penyakit
1. Penyakit antraks
• Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
• Gejala:
1. demam tinggi, badan lemah dan gemetar;
2. gangguan pernafasan;
3. pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul;
4. kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina;
5. kotoran ternak cair dan sering bercampur darah;
6. limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
• Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
• Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
• Gejala:
1. rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening;
2. demam atau panas, suhu badan menurun drastis;
3. nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali;
4. air liur keluar berlebihan.
• Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
• Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
• Gejala:
1. kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan;
2. leher, anus, dan vulva membengkak;
3. paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua;
4. demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
• Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
• Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
• Gejala:
1. mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh;
2. kulit kuku mengelupas;
3. tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit;
4. sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2. Pengendalian
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:
1. Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
2. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
3. Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.

8. PANEN
8.1. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi potong adalah dagingnya
8.2. Hasil Tambahan
Selain daging yang menjadi hasil budidaya, kulit dan kotorannya juga sebagai hasil tambahan dari budidaya sapi potong.
9. PASCAPANEN
9.1. Stoving
Ada beberapa prinsip teknis yang harus diperhatikan dalam pemotongan sapi agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, yaitu:
1. Ternak sapi harus diistirahatkan sebelum pemotongan
2. Ternak sapi harus bersih, bebas dari tanah dan kotoran lain yang dapat mencemari daging.
3. Pemotongan ternak harus dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit yang diderita ternak diusahakan sekecil mungkin dan darah harus keluar secara tuntas.
4. Semua proses yang digunakan harus dirancang untuk mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme pencemar seminimal mungkin.
9.2. Pengulitan
Pengulitan pada sapi yang telah disembelih dapat dilakukan dengan menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit sapi dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau kotoran yang menempel. Jika sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat dari kayu, kulit sapi dijemur dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik untuk penjemuran dengan sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.

9.3. Pengeluaran Jeroan
Setelah sapi dikuliti, isi perut (visceral) atau yang sering disebut dengan jeroan dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut sapi.

9.4. Pemotongan Karkas
Akhir dari suatu peternakan sapi potong adalah menghasilkan karkas berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga recahan daging yang dapat dikonsumsipun tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat menghasilkan karkas sebesar 59% dari bobot tubuh sapi tersebut dan akhirnya akan diperoleh 46,50% recahan daging yang dapat dikonsumsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari seekor sapi yang dipotong tidak akan seluruhnya menjadi karkas dan dari seluruh karkas tidak akan seluruhnya menghasilkan daging yang dapat dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, untuk menduga hasil karkas dan daging yang akan diperoleh, dilakukan penilaian dahulu sebelum ternak sapi potong. Di negara maju terdapat spesifikasi untuk pengkelasan (grading) terhadap steer, heifer dan cow yang akan dipotong.
Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak, terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas dipengaruhi oleh peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan.
Daging dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di daerah paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas dihitung dari berat karkas (100%). Persentase recahan karkas dihitung sebagai berikut:

Persentase recahan karkas = Jumlah berat recahan / berat karkas x 100 %
Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan disebut edible offal, sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan).

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya sapi potong kereman setahun di Bangli skala 25 ekor pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1. Biaya Produksi
a. Pembelian 25 ekor bakalan : 25 x 250 kg x Rp. 7.800,> Rp. 48.750.000,-
b. Kandang -----------------------------------------------------> Rp. 1.000.000,-
c. Pakan
• Hijauan: 25 x 35 kg x Rp.37,50 x 365 hari ----> Rp. 12.000.000,-
• Konsentrat: 25 x 2kg x Rp. 410,- x 365 hari -- > Rp. 7.482.500,-
d. Retribusi kesehatan ternak: 25 x Rp. 3.000,-------------> Rp. 75.000,-

Jumlah biaya produksi -----------------------------------------> Rp. 69.307.500,-
2. Pendapatan :
a. Penjualan sapi kereman Tambahan berat badan: 25 x 365 x 0,8 kg = 7.300 kg, Berat sapi setelah setahu: (25 x 250 kg) + 7.300 kg = 13.550 kg
• Harga jual sapi hidup: Rp. 8.200,-/kg x 13.550 kg>Rp. 111.110.000,-
b. Penjualan kotoran basah: 25 x 365 x 10 kg x Rp. 12,->Rp. 1.095.000,-
Jumlah Pendapatan --------------------------------------------> Rp. 112.205.000,-
3. Keuntungan
Tanpa memperhitungkan biaya tenaga internal keuntungan Penggemukan 25 ekor sapi selama setahun. ---------> Rp. 42.897.500,-
4. Parameter kelayakan usaha : a. B/C ratio = 1,61

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Sapi potong mempunyai potensi ekonomi yang tinggi baik sebagai ternak potong maupun ternak bibit. Selama ini sapi potong dapat mempunyai kebutuhan daging untuk lokal seperti rumah tangga, hotel, restoran, industri pengolahan, perdagangan antar pulau. Pasaran utamanya adalah kota-kota besar seperti kota metropolitan Jakarta. Konsumen untuk daging di Indonesia dapat digolongkan ke dalam beberapa segmen yaitu :
a. Konsumen Akhir
Konsumen akhir, atau disebut konsumen rumah tangga adalah pembeli-pembeli yang membeli untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individunya. Golongan ini mencakup porsi yang paling besar dalam konsumsi daging, diperkirakan mencapai 98% dari konsumsi total. Mereka ini dapat dikelompokkan lagi ke dalam ova sub segmen yaitu :
1. Konsumen dalam negeri ( Golongan menengah keatas )
Segmen ini merupakan segmen terbesar yang kebutuhan dagingnya kebanyakan dipenuhi dari pasokan dalam negeri yang masih belum memperhatikan kualitas tertentu sebagai persyaratan kesehatan maupun selera.
2. Konsumen asing
Konsumen asing yang mencakup keluarga-keluarga diplomat, karyawan perusahaan dan sebagian pelancong ini porsinya relatif kecil dan tidak signifikan. Di samping itu juga kemungkinan terdapat konsumen manca negara yang selama ini belum terjangkau oleh pemasok dalam negeri, artinya ekspor belum dilakukan/jika dilakukan porsinya tidak signifikan.
b. Konsumen Industri
Konsumen industri merupakan pembeli-pembeli yang menggunakan daging untuk diolah kembali menjadi produk lain dan dijual lagi guna mendapatkan laba. Konsumen ini terutama meliputi: hotel dan restauran dan yang jumlahnya semakin meningkat Adapun mengenai tata niaga daging di negara kita diatur dalam inpres nomor 4 tahun 1985 mengenai kebijakansanakan kelancaran arus barang untuk menunjang kegiatan ekonomi. Di Indonesia terdapat 3 organisasi yang bertindak seperti pemasok daging yaitu :
1. KOPPHI (Koperasi Pemotongan Hewan Indonesia), yang mewakili pemasok produksi peternakan rakyat.
2. APFINDO (Asosiasi Peternak Feedlot (penggemukan) Indonesia), yang mewakili peternak penggemukan
3. ASPIDI (Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia).

DAFTAR PUSTAKA
Abbas Siregar Djarijah. 1996, Usaha Ternak Sapi, Kanisius, Yogyakarta.
Yusni Bandini. 1997, Sapi Bali, Penebar Swadaya, Jakarta.
Teuku Nusyirwan Jacoeb dan Sayid Munandar. 1991, Petunjuk Teknis Pemeliharaan Sapi Potong, Direktorat Bina Produksi Peternaka
Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta Undang Santosa. 1995, Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi, Penebar Swadaya,Jakarta.
Lokakarya Nasional Manajemen Industri Peternakan. 24 Januari 1994,Program Magister Manajemen UGM, Yogyakarta.
Kohl, RL. and J.N. Uhl. 1986, Marketing of Agricultural Products, 5 th ed, Macmillan Publishing Co, New York.

TTG BUDIDAYA PETERNAKAN

PAKAN TERNAK
1. SEJARAH SINGKAT
Ternak-ternak dipelihara untuk dimanfaatkan tenaga/diambil hasilnya dengan cara mengembangbiakkannya sehingga dapat meningkatkan pendapatan para petani. Agar ternak peliharaan tumbuh sehat dan kuat, sangat diperlukan pemberian pakan. Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta tenaga bagi ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup. Pakan yang sering diberikan pada ternak kerja antara lain berupa: hijauan dan konsentrat (makanan penguat).
2. JENIS
1. Hijauan Segar
Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (disengut langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman biji-bijian/ jenis kacang-kacangan.
Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh ternak sehingga menguntungkan para peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan dalam menghasilkan energi.
a. Rumput-rumputan
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), rumput Benggala (Penicum maximum), rumput Setaria (Setaria sphacelata), rumput Brachiaria (Brachiaria decumbens), rumput Mexico (Euchlena mexicana) dan rumput lapangan yang tumbuh secara liar.
b. Kacang-kacangan: lamtoro (Leucaena leucocephala), stylo (Sty-losantes guyanensis), centro (Centrocema pubescens), Pueraria phaseoloides, Calopogonium muconoides dan jenis kacang-kacangan lain.
c. c. Daun-daunan: daun nangka, daun pisang, daun turi, daun petai cina dll.
2. Jerami dan hijauan kering
Termasuk kedalam kelompok ini adalah semua jenis jerami dan hijauan pakan ternak yang sudah dipotong dan dikeringkan. Kandungan serat kasarnya lebih dari 18% (jerami, hay dan kulit biji kacang-kacangan).
3. Silase
Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk segar biasanya berasal dari tanaman sebangsa padi-padian dan rumput-rumputan.
4. Konsentrat (pakan penguat)
Contoh: dedak padi, jagung giling, bungkil kelapa, garam dan mineral.
3. MANFAAT
1. Sumber energi
Termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Kelompok serealia/biji-bijian (jagung, gandum, sorgum)
b. Kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan)
c. Kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya)
d. Kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala dan rumput setaria).
2. Sumber protein
Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari hewan/tanaman).
Golongan ini dibedakan menjadi 3 kelompok:
a. Kelompok hijauan sebagai sisa hasil pertanian yang terdiri atas jenis daun-daunan sebagai hasil sampingan (daun nangka, daun pisang, daun ketela rambat, ganggang dan bungkil)
b. Kelompok hijauan yang sengaja ditanam, misalnya lamtoro, turi kaliandra, gamal dan sentero
c. Kelompok bahan yang dihasilkan dari hewan (tepung ikan, tepung tulang dan sebagainya).
3. Sumber vitamin dan mineral
Hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman maupun hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan konsentrasi sangat bervariasi tergantung pada tingkat pemanenan, umur, pengolahan, penyimpanan, jenis dan bagian-bagiannya (biji, daun dan batang). Disamping itu beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi dan penyimpanan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi konsentrasi kandungan vitamin dan mineralnya.
Saat ini bahan-bahan pakan sebagai sumber vitamin dan mineral sudah tersedia di pasaran bebas yang dikemas khusus dalam rupa bahan olahan yang siap digunakan sebagai campuran pakan, misalnya premix, kapur, Ca2PO4 dan beberapa mineral.
4. PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN/PENGOLAHAN
1. Kebutuhan Pakan
Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda pula.
Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian Internasional (National Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Rekomendasi tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak ruminansia, yang akan dipenuhi oleh bahan-bahan pakan yang sesuai/bahan-bahan pakan yang mudah diperoleh di lapangan.
2. Konsumsi Pakan
Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula.
Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
a. Temperatur Lingkungan
Ternak ruminansia dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak. Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi ternak yang bersangkutan yang meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan, bobot badan, keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh lingkungan.
Apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi pula perubahan konsumsi pakannya. Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur lingkungan hidupnya, maka tubuh ternak akan terjadi kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan akan turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih rendah, ternak akan membutuhkan pakan karena ternak membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas tubuh dan pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan ternak dengan cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
b. Palatabilitas
Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya.
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.
c. Selera
Selera sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan “lapar”. Pada ternak ruminansia, selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang menstimulasi keadaan lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan cara mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan konsumsi (overat) yang membahayakan ternak itu sendiri.
d. Status fisiologi
Status fisiologi ternak ruminansia seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh (misalnya bunting atau dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi pakannya.
e. Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan. Konsentrasi energi pakan ini berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya. Makin tinggi konsentrasi energi di dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan akan meningkat jika konsentrasi energi yang dikandung pakan rendah.
f. Bentuk Pakan
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (hijauan yang dibuat pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm.
g. Bobot Tubuh
Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Meskipun demikian, kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan ternak yang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengestimasi berat badannya, kemudian dikonversikan menjadi “berat badan metabolis” yang merupakan bobot tubuh ternak tersebut. Berat badan ternak dapat diketahui dengan alat timbang. Dalam praktek di lapangan, berat badan ternak dapat diukur dengan cara mengukur panjang badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan menggunakan formula:
• Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada 2 (inci) / 661
• Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara meningkatkan berat badan dengan nilai 0,75
• Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75
h. Produksi
Ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan berat badan (ternak potong), air susu (ternak perah), tenaga (ternak kerja) atau kulit dan bulu/wol. Makin tinggi produk yang dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya terhadap pakan. Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi (disediakan) lebih rendah daripada kebutuhannya, ternak akan kehilangan berat badannya (terutama selama masa puncak produksi) di samping performansi produksinya tidak optimal.
3. Kandungan Nutrisi Pakan Ternak
Setiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja kita berikan kepada ternak maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan strukturnya. Unsur nutrisi yang terkandung di dalam bahan pakan secara umum terdiri atas air, mineral, protein, lemak, karbohidrat dan vitamin.
Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur nutrisi berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh ternak untuk mempertahankan hidup dan berproduksi secara normal. Unsur-unsur nutrisi tersebut dapat diketahui melalui proses analisis terhadap bahan pakan yang dilakukan di laboratorium. Analisis itu dikenal dengan istilah “analisis proksimat”.
4. Peralatan Pembuatan Pakan Ternak
1. Macam-Macam Silo
Silo dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk tergantung pada lokasi, kapasitas, bahan yang digunakan dan luas areal yang tersedia. Beberapa silo yang sudah dikenal adalah:
a. Pit Silo: silo yang dirancang berbentuk silindris (seperti sumur) dan di bangun di dalam tanah.
b. Trech Silo: silo yang dibangun berupa parit dengan struktur membentuk huruf V.
c. Fench Silo: silo yang bentuknya menyerupai pagar atau sekat yang terbuat dari bambu atau kayu.
d. Tower Silo: silo yang dirancang membentuk sebuah menara menjulang ke atas yang bagian atasnya tertutup rapat.
e. Box Silo: silo yang rancangannya berbentuk seperti kotak.
2. Cara Memformulasi Pakan
Dalam memformulasikan penyusunan ransum atau pakan, perlu menggunakan Tabel Patokan Kebutuhan Nutrisi. Sebagai contoh kebutuhan nutrisi dalam penyusunan ransum bagi sapi perah adalah sebagai berikut :
• Sapi perah betina muda berat 350 kg, satu setengah bulan menjelang beranak(melahirkan pada umur 36 bulan), membutuhkan pakan dengan kandungan nutrisi sebagai berikut:
a. Kebutuhan hidup pokok dan reproduksi: Bahan Kering=6,4 Kg, ME=13 Mcal, Protein=570 gram, mineral=37 kg.
b. Laktasi I: Bahan Kering=1,0 Kg, ME=2,02 Mcal, Protein=93,6 gram, Mineral=5 kg.
c. Sehingga jumlah Bahan Kering=7,4 kg, ME=15,02 kg, Protein=663,6 gram, Mineral=42 gram.
• Dari kebutuhan nutrisi tersebut, kebutuhan pakannya dapat diformulasikan dengan suatu metode. Misalnya bahan-bahan pakan yang tersedia adalah:
a. Rumput gajah: Bahan Kering=16%, ME=0,33 Mcal, Protein=1,8 gram%BK, Mineral=2,5 gram%BK
b. Rumput Kedele: Bahan Kering=93,5%, ME=3,44 Mcal, Protein=44,9 gram%BK, Mineral=6,3 gram%BK
c. Bungkil kelapa: Bahan Kering=86%, ME=2,86 Mcal, Protein=18,6 gram%BK, Mineral=5,5 gram%BK
• Rumput gajah akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering sebanyak 80%= 80/100X7,4 kg = 5,92 kg BK. Maka kandungan protein yang sudah dapat dipenuhi rumput adalah: sebanyak = 1,8/100 X 5,92 kg = 106,56 gram protein.
Kekurangan:
Bahan kering = 7,4 - 5,92 kg = 1,48 kg
Protein = (663,6 - 106,56) gram = 557,04 kg atau 557,04/1480 X 100% = 37,64%.
Bungkil kedelai akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 19,04/26,3 X 1,48 kg = 1,07 kg BK.
Bungkil kelapa akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 7,26/26,3 X 1,48 kg = 0,41 kg BK.
Jadi, jumlah bahan pakan segar yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ternak dengan kondisi tersebut di atas adalah:
Rumput gajah = 5,92 X 100/16 kg = 37 kg
Bungkil kedelai = 1,07 X 100/93,5 kg = 1,14 kg
Bungkil kelapa = 0,41 X 100/86 kg = 0,48 kg.
3. Teknologi Pakan
Teknologi pakan ternak ruminansia meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan yang bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya cerna dan memperpanjang masa simpan. Sering juga dilakukan dengan tujuan untuk mengubah limbah pertanian yang kurang berguna menjadi produk yang berdaya guna.
Pengolahan bahan pakan yang dilakukan secara fisik (pemotongan rumput sebelum diberikan pada ternak) akan memberi kemudahan bagi ternak yang mengkonsumsinya. Pengolahan secara kimiawi (dengan menambah beberapa bahan kimia pada bahan pakan agar dinding sel tanaman yang semula berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan mikroba yang hidup di dalam rumen untuk mencernanya.
Banyak teknik pengolahan telah dilakukan di negara-negara beriklim sub-tropis dan tropis, akan tetapi sering menyebabkan pakan menjadi tidak ekonomis dan masih memerlukan teknik-teknik untuk memodifikasinya, terutama dalam penerapannya di tingkat peternak.
Beberapa teknik pengolahan bahan pakan yang mudah dilakukan di lapangan adalah:
a. Pembuatan Hay
Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumput-rumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air: 20-30%. Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memilik daya cerna yang lebih tinggi. Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.
Ada 2 metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu:
1. Metode Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda: warna kecoklat-coklatan).
2. Metode Pod
Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ± 50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.
b. Pembuatan Silase
Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan atau leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase. Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau atau ketika penggembalaan ternak tidak mungkin dilakukan.
• Prinsip utama pembuatan silase:
1. menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman.
2. mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara.
3. menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk.
• Pembuatan silase pada temperatur 27-35 derajat C., menghasilkan kualitas yang sangat baik. Hal tersebut dapat diketahui secara
organoleptik, yakni:
4. mempunyai tekstur segar
5. berwarna kehijau-hijauan
6. tidak berbau
7. disukai ternak
8. tidak berjamur
9. tidak menggumpal
• Beberapa metode dalam pembuatan silase:
2. Metode Pemotongan
• Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm
• Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik
• Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
• Tutup dengan plastik dan tanah
3. Metode Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir /onggok dengan dosis per ton hijauan sebagai berikut:
• asam organik: 4-6kg
• molases/tetes: 40kg
• garam : 30kg
• dedak padi: 40kg
• menir: 35kg
• onggok: 30kg
Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan yang akan diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan perbandingan 2 bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada lapisan tengah dan 5 bagian pada lapisan atas agar terjadi pencampuran yang merata.
4. Metode Pelayuan
• Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40% - 50%.
• Lakukan seperti metode pemotongan
c. Amoniasi
Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah pertanian (jerami) dengan penambahan bahan kimia: kaustik soda (NaOH), sodium hidroksida (KOH) atau urea (CO(NH2) 2. Proses amoniasi dapat menggunakan urea sebagai bahan kimia agar biayanya murah serta untuk menghindari polusi. Jumlah urea yang diperlukan dalam proses amoniasi: 4 kg/100 kg jerami. Bahan lain yang ditambahkan yaitu : air sebagai pelarut (1 liter air/1 kg jerami).
d. Pakan Pemacu
Merupakan sejenis pakan yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan dan peningkatan populasi mikroba di dalam rumen, sehingga dapat merangsang penambahan jumlah konsumsi serat kasar yang akan meningkatkan produksi.
Molases sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan yang dapat difermentasi dan mengandung beberapa mineral penting. Dapat memperbaiki formula menjadi lebih kompak, mengandung energi cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan palatabilitas serta citarasa. Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Setiap kilogram urea mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein kasar (6,25X46%). Dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna.
1. Proses Pembuatan
Dilakukan dalam suasana hangat dan bertahap :
• Molases (29% dari total formula) dipanaskan pada suhu ± 50 derajat C.
• Buat campuran I (tapioka 16%, dedak padi 18%, bungkil kedelai 13%).
• Buat campuran II (urea: 5%, kapur 4%, garam 9%).
• Buat campuran III (tepung tulang 5% dan mineral 1%).
• Buat campuran IV dari campuran I, II, III yang diaduk merata.
• Masukkan campuran IV sedikit sedikit ke dalam molases, diaduk hingga merata (±15 menit).
• Masukkan dalam mangkok/cetakan kayu beralas plastik dan padatkan.
• Simpan di tempat teduh dan kering.
2. Kualitas Nutrisi
Hasil analisis proksimat, pakan pamacu yang dibuat dengan formulasi tersebut mempunyai nilai nutrisi sebagai berikut: Energi 1856 Kcal, protein 24%, kalsium 2,83% dan fosfor 0,5%.
3. Jumlah dan Metode Pemberian
Pemberian pakan pamacu dapat meningkatkan konsentrasi amonia dalam rumen dari (60-100) mgr/liter menjadi 150-250 mgr/liter. Jumlah pemberian pakan pemacu disesuaikan dengan jenis dan berat badan ternak. Untuk ternak ruminansia kecil (domba/kambing) maksimum 4 gram untuk setiap berat badan. Untuk ternak ruminansia besar (sapi) 2 gram untuk setiap berat badan dan 3,8 gram untuk kerbau. Pemberian pakan pemacu sangat cocok bagi ternak ruminansia yang digembalakan dan diberi sisa tanaman pangan seperti jerami atau bahan pakan berkadar protein rendah.
e. Pakan Penguat
Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis pakan komplet yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai penguat. Mudah dicerna, karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan penguat:
1. Ketersediaan Harga Satuan Bahan Pakan
Beberapa bahan pakan mudah diperoleh di suatu daerah, dengan harga bervariasi, sedang di beberapa daerah lain sulit didapat. Harga perunit bahan pakan sangat berbeda antara satu daerah dan daerah lain, sehingga keseragaman harga per unit nutrisi (bukan harga per unit berat) perlu dihitung terlebih dahulu.
2. Standar kualitas Pakan Penguat
Kualitas pakan penguat dinyatakan dengan nilai nutrisi yang dikandungnya terutama kandungan energi dan potein. Sebagai pedoman, setiap Kg pakan penguat harus mengandung minimal 2500 Kcal energi dan 17% protein, serat kasar 12%.
3. Metode dan Teknik Pembuatan
Metode formulasi untuk pakan penguat adalah metode simultan, metode segiempat bertingkat, metode aljabar, metode konstan kontrol, metode ekuasi atau metode grafik.
4. Prosedur Memformulasi
• Buat daftar bahan pakan yang akan digunakan, kandungan nutrisinya (energi, potein), harga per unit berat, harga per unit energi dan harga per unit protein.
• Tentukan standar kualitas nutrisi pakan penguat yang akan dibuat.
• Memformulasi, dilakukan pada form formulasi.
• Tentukan sebanyak 2% (pada kolom %) bahan pakan sebagai sumber vitamin dan mineral.
• Tentukan sebanyak 30% bahan pakan yang mempunyai kandungan energi lebih tinggi daripada kandungan energi pakan penguat, tetapi harga per unit energinya yang paling murah (dapat digunakan lebih dari 1 macam bahan pakan).
• Tentukan sebanyak 18% bahan pakan yang mempunyai kandungan protein lebih tinggi daripada kandungan protein pakan penguat, tetapi harga per unit proteinnya paling murah.
• Jumlahkan (% bahan, Kcal energi, % protein dan harganya), maka 50% formula sudah diperoleh.
• Lakukan pengecekan kualitas dengan membandingkan kualitas nutrisi %0% formula dengan kualitas nutrisi 50% pakan penguat.
5. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
1. Analisis Budidaya Usaha Agribisnis :
Pakan mengambil 70% dari total biaya produksi peternakan, sehingga tetap menjadi aktual untuk dijadikan suatu bisnis yang sangat cerah. Salah satu yang memungkinkan proses agroindutri yang akan menjadi peluang bisnis yang bagus yaitu mewujudkan industri pakan blok. Selain dari pada itu telah banyak dilakukan penelitian terapan dibidang pakan blok yang sangat mungkin dikembangkan.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Kartadisastra, H.R. (1997). Penyediaan & Pengelolaan Pakan ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Yogyakarta, Kanisius
2. Budi Pratomo (1986). Cara Menyusun ransum ternak. Poultri Indonesia.
3. Suara Karya, 3 Maret 1992. Mengenal Pakan Ternak Jenis Unggul.
4. Neraca, 6 Juni 1991. Jenis Pakan Yang Cocok Untuk Ternak.
5. Suara Karya, 19 Januari 1993. Memanfaatkan Sisa Pakan.
6. Suara Karya, 2 Juni 1992. Silase, Pakan Ternak Musim Kemarau.
7. Neraca, 1 Juli 1991. Pemgolahan Jerami Menjadi Pakan Yang Disukai ternak.
8. Pikiran Rakyat, 21 Mei 1990. Perlakuan Khusus Terhadap Biji-bijian Bahan Pakan Ternak.
9. Neraca, 20 juli 1990. Pembuatan Hijauan Makanan Ternak.
10. Suara Karya, 15 September 1992. Cara Menanam Rumput Gajah.
11. Kedaulatan Rakyat, 21 Juni 1990. Prospek Industri Makanan Ternak Limbah Coklat di Wonosari Cerah.

PETERNAKAN KAMBING PERAH

PETERNAKAN KAMBING PERAH


PENDAHULUAN
Kambing perah merupakan miniatur (bentuk Kecil) dari sapi perah. Kedua ternak perah ini memiliki banyak persamaan, tetapi juga memiliki perbedaan yang menonjol. Seperti sapi perah, kambing perah dikembangkan dan diseleksi sejak zaman kuno untuk menghasilkan susu dalam jumlah banyak. Konformasi tubuh pada sapi perah, juga diinginkan pada kambing perah. Struktur kelenjar ambing alveoli, saluran susu, sinterva kelenjar, fungsi anatomi dan fungsi puting dalam memproduksi susu pada kambing perah sama dengan sapi. Penyebaran atau konversi pakan menjadi susu sama antara keduanya.

Kambing Peranakan Ettawa (PE) selain sebagai sumber daging, kambing ini juga diternak untuk diambil susunya. Jika dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing lebih mahal harganya. Saat ini harga susu kambing bisa mencapai Rp. 10.000 sampai Rp. 20.000 / liter, sedangkan susu sapi hanya Rp. 3000 / liter. Produksi susu kabing berkisar 1 sampai 2 liter/hari (dengan manajemen dan pakan yang baik).

TUJUAN
Peternakan Kambing PE digunakan sebagai penghasil susu kambing dan juga sebagai penghasil bibit unggul kambing PE, yang di mana kubutuhan akan bibit di dalam negeri masih kurang dan juga banyaknya pesanan bibit kambing PE dari Asia Tenggara khususnya Malaysia.

LATAR BELAKANG Perkembangan perternakan di Indonesia cukup pesat, khususnya pada peternakan kambing perah. Kebutuhan akan susu kambing yang besar kurang di imbangi dengan jumlah produksinya. Kebutuhan susu kambing untuk kalangan industri kosmestik, obat-obatan, rumah sakit dan rumah tangga masih belum di cukupi hingga saat ini. Masih terbatasnya jumlah bibit unggul yang ada di masyarakat memungkinkan membuat bibit unggul dengan produksi yang optimal. Dimana kebutuhan akan bibit unggulan di dalam negeri dan Asia Tenggara masih tinggi.

RANCANGAN PETERNAKAN
Peternakan di jalankan dengan 1000 ekor ternak betina dengan 50 ekor ternak jantan yang di utamakan untuk produksi susu kambing dan penyediaan bibit unggulan. Peternakan kambing dipelihara secara kelompok yang di mana setiap beberapa hari di gembalakan di ladang pastura. Pengadaan hijauan dengan menyediakan sendiri secara bertahap menggunakan sistim tebang angkut. Hijauan yang di gunakan berupa rumput gajah dan leguninosa yang di tanam bersamaan.

Kambing Perah
• Kambing Perah Jantan 50 ekor Siap Kawin (40 kg)
• Kambing Perah Betina 1000 ekor siap Kawin (35 kg)

Ciri-ciri kambing PE yang baik
  1. Tubuh Besar
  2. Tinggi gumba kambing jantan 90 – 110 cm, betina 70 – 90 cm
  3. Berat hidup kambing jantan dewasa 65 – 90 kg, betina 45 – 79 kg
  4. Panjang tubuh kambing jantan dewasa 85 – 105 cm, betina 65 – 85 cm
  5. Kepala tegak, garis profil wajah melengkung sekali
  6. Kepala bertanduk, baik kambing jantan maupun kambing betina. Posisi tanduk mengarah ke belakang
  7. Telinga lebar, panjang, menggantung (terkulai), dan sedikit melipat pada bagian ujungnya.
  8. Panjang telinga kambing jantan 25 – 41 cm dengan lebar 8 – 14 cm, yang betina panjang 21 – 31,5 cm dengan lebar 8 – 13 cm.
  9. Ambing betina berkembang baik. Putting susu cukup besar dan panjang sepert botol.
  10. Masa laktasi setelah melahirkan anak dapat menghasilkan 2 – 3 liter per hari.
  11. Pada kambing jantan memiliki lingkaran testis 23 cm atau lebih.
  12. Warna bulu bermacam-macam antara lain belang purtih dengan bercak-bercak hitam, merah cokelat, atau campuran ketiganya.
  13. Pada bagian belakang kaki terdapat bulu gambol yang lebar dan panjang, baik pada kambing jantan maupun betina.
Perkawinan
Kambing Perah dengan sistim periodik di bagi dalam 6 kelompok ternak. Tiap periodik dengan jangka 1 bulan jadi ada 5 bulan masa tunggu. Tiap periodik terdiri dari 165 ekor ternak betina.



Perkawinan dengan sistim singkronisasi birahi manual dengan mengelompokan ternak yang memiliki birahi yang sama pada hari dan waktu yang berdekatan atau dengan Injeksi Pgf 2 α yang dalam waktu 3-5 hari ternak akan Ekstrus. Perkawinan secara IB maupun secara Alami(Natural).
Rasio jantan betina 1 : 20

Pakan
Pakan kambing PE menggunakan hijauan dan konsentrat. Total kebutuhan akan pakan dari ternak kambing PE di mana:
Rasio Komposisi Energi Metabolisme 3.25 Mcal/kg BK
Protein Kasar 13.1% BK
Jumlah Kosumsi (BK) 5,7% Bobot Hidup

1. Hijauana
Hijauan yang di gunakan untuk kambing PE menggunakan 2 jenis hijauan yang di campurkan pada saat pemberian pakan. Rumput gajah dan leguninosa(Pahitan, Gliriside, Aksono, Dadap, daun Singkong, dll sesuai yang ada di lapang). Pengadan akan hijauan dengan menanam sendiri di ladang Pastura.
Penggunaan Rumput campuran per hari 4 kg dengan rincian
Pada pagi jam 06.00 pemberian 2 kg campuran
Pada sore jam 16.00 pemberian 2 kg campuran
Harga per kg Rp. 150/kg
Komposisi Zat Hijauan :
• Rumput Gajah PK 9 % Bahan Kering (BK 18%)
• Leguminosa PK 20 % Bahan Kering (BK 27%)
• Campuran PK 14,5 % Bahan Kering (BK 22,5%)

2. Konsentrat
Konsentrat di beli dengan kandungan protein kasar sebesar min 11% BK (BK 80%), dengan memberiakan sebanyak 0,5 kg/hari. Pemberian konsentrat di gunakan untuk memenihi kebutuhan akan zat-zat yang belum dipenuhi oleh hijauan. Pemberian pakan dilakukan pada :
Pada pagi jam 06.00 pemberian 0,25 kg ( Sebelum Hijauan)
Pada sore jam 16.00 pemberian 0,25 kg ( Sebelum Hijauan)
Harga per kg Rp. 1000/kg
Pemberian konsentrat secara kering dengan pemberian air minm di dalam kandang. Tujuan pemberian kering agar merangsang produksi air iur dari ternak agar mempelancar proses pencernakan.

3. Air minum
Air minum di berikan secara ad libitum di dalam kandang.

Pemeliharaan
Pemeliharaan Ternak Di bagi Dalam 7 tipe ternak diantaranya:

1. Ternak Dara
Ternak dara di pelihara dengan menggunakan sistim kelompok yang terdiri dari 5-7 ekor ternak dengan ukuran kandang 2 x 3 m. pemeliharaan ternak dara di tujukan pada pemilihan bibit unggul akan ternak perah dan regererasi ternak. Pemberian pakan pada ternak dara yaitu:
Hijauan campuran sebanyak 3 Kg Konsentrat sebanyak 0, 5 kg. Setiap minggu tenak di gembalakan untuk membentuk tubuh ternak perah yang bagus dan juga menjaga kesehatan akan ternak. Pembersihan akan ternak di lakukan 1 minggu sekali.

2. Ternak Bunting
Ternak Bunting di pelihara dengan menggunakan sistim kelompok yang terdiri dari 5-7 ekor ternak dengan ukuran kandang 2 x 3 m. Pemberian pakan pada ternak bunting yaitu:
Hijauan campuran sebanyak 4 Kg
Konsentrat sebanyak 0, 5 kg
Ternak bunting di gembalakan 2 kali 1 minggu di tujukan agar ternak sehat dan juga anak menjadi kuat dalam kandungan kambing. Pembersihan akan ternak di lakukan 1 minggu sekali. Pemindahan kandang setelah melahirkan, dan juga dilakukan emisahan cempe setelah melahirkan agar induk kambing bias diperah susunya.

3. Ternak Laktasi
Ternak laktasi di pisah pada kandang ternak laktasi dengan sistim individu 1 ekor ternak untuk 1 kandang dengan ukuran 1,75 x 1,2 m. Pemberian pakan pada ternak laktasi yaitu:
Hijauan campuran sebanyak 4 Kg
Konsentrat sebanyak 0, 5 kg.
Induk laktasi di perah 2 kali sehari pada jam 06.00 dan jam 16.00. Pembersiahan ternak di lakukan 2 hari sekali dan pemeraha di lakukan pada kandang pemerahan.

4. Cempe Umur 1 – 2 mingggu
Ternak cempe pada umur 1-2 minggu merupakan umur yang rawan akan kematihan, sehingga perlu penangan yang ekstra. Penempatan cempe pada kandang kotak yang berisi 1 ekor ternak dengan suhu ruangan yang di control. Pemberian pakan untuk cempe berupa susu kolostrum selama 1 minggu setelah itu diganti dengan susu sapi sebanyak 1 – 0,5 liter/ hari yang di berikan 10 kali sehari.

5. Cempe Umur <4 bulan
Pada umur kurang dari 4 bulan cempe di tempatkan pada kelompoknya dengan di berikan susu tambahan dari susu sapi dan juga telah di biasakan makan hijauan.

6. Cempe Umur 4 – 7 bulan
Pemeliharaan di lakukan dengan pemisahan ternak jantan dan betina pada kelompok yang berbeda. Dan juga pada umur 4-7 bulan telah di biasakan makan konsentrat dan hijauan.

7. Induk Jantan
Induk jantan di pelihara dengan kandang individu dengan ukuran 2 x 1,5 m. Pemberian pakan pada ternak jantan yaitu:
Hijauan campuran sebanyak 4 Kg
Konsentrat sebanyak 0, 5 kg
Dan juga di berikan ramuan-ramuan khusus untuk menambah vitalitas dari ternak jantan.



Obat-obatan

Pengobatan di lakukan secara berkala pada beberapa jenis penyakit Cacingan, Skabies. Sedangkan yang lainnya sesuai akan kebutuhan ternak, seperti pernapasan, Kembung, Luka, Mastitis, dll.
Untuk pemberian obat secara berjangka adalah
1. Cacingan selang waktu 3 bulanan
2. Skabies selang waktu 6 bulanan
Prosedur tetap ternak datang
1. Pemulihan Stamina (Perjalan jauh)
2. Pembersihan Mata
3. Istirahat
4. Obat Cacing
5. Obat Skabies
6. Vitamin B complek
7. Antibiotik ( bila Perlu)




Bersambung Ke edisi Selanjutnya.....