PETERNAKAN
Kumpulan Informasi & Artikel Seputar Dunia Peternakan

PENGEMBANGAN PETERNAKAN TERPADU KAMBING DAN COKELAT DI LAMPUNG SELATAN

PENGEMBANGAN PETERNAKAN TERPADU
KAMBING DAN COKELAT DI LAMPUNG SELATAN

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak adalah melalui program pengembangan peternakan secara terkonsen-trasi dalam suatu kawasan agribisnis yang dilaksanakan dengan sistim keterpaduan dengan usaha lainnya.
Implementasi dari program tersebut diantaranya adalah melalui kegiatan pilot proyek pengembangan peternakan terpadu antara kambing dan cokelat di Lampung Selatan. Disamping untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat, pembangunan pilot proyek ini diharapkan juga dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam pengembangan peternakan berbasis sumber daya lokal.
Sedang sasaran yang ingin dicapai melalui kegiatan ini adalah tercapainya peningkatan produktivitas lahan, intensifikasi penggunaan lahan, serta pemanfaatan limbah kambing dan limbah tanaman cokelat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak, meningkatkan kesuburan lahan dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan.
I. POTENSI LIMBAH COKELAT
Tanaman cokelat atau kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman yang termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledonea, ordo Marva les, famili Sterculiacea, genus Theobroma dan species Theobroma cacao L. Permintaan dunia terhadap komoditi ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut Laconi E.B (1998), luas areal tanaman cokelat di Indonesia terus meningkat dengan laju peningkatan 5,7% per tahun, sedang laju peningkatan produksi cokelat sebesar 12,91% per tahun. Dengan meningkatnya produksi cokelat tersebut maka limbah yang dihasilkan semakin meningkat pula.
Menurut Darwis et al (1998), limbah buah cokelat terdiri dari kulit buah cokelat (75,67%), kulit biji cokelat (21,74%) dan plasenta (2,59%). Potensi produksi cokelat dan kulit buah cokelat di Indonesia selengkapnya seperti pada tabel-1.
Tabel-1 : Potensi produksi cokelat dan kulit buah cokelat di Indonesia

Daun cokelat sebagai pakan kambing
Tahun
Luas Areal (Ha) Produksi Coklat (ton) Produksi Kulit Buah Coklat (ton)
1991 422.062 174.899 132.346
1992 496.062 207.147 156.748
1993 535.285 258.059 195.273
1994 597.011 269.981 204.295
1995 602.428 304.866 230.692
1996 605.944 317.729 240.426
1997 610.876 332.929 251.927
Sumber : Laconi E. B., 1998

Ditinjau dari komposisi zat makanannya, kulit buah cokelat tidak dapat disetarakan dengan rumput gajah, akan tetapi kulit buah cokelat tidak dapat dimanfaatkan sebagai pakan serat secara langsung. Hal ini disebabkan limbah cokelat mengandung Theobromine yang menyebabkan keracunan pada ternak. Theobromine ini diduga dapat menghambat pertumbuhan mikroba rumen ternak ruminansia, sehingga dapat menurunkan daya cerna.
Komposisi zat makanan kulit buah cokelat, rumput gajah dan serat sawit berdasar bahan keringnya adalah seperti pada tabel-2.
Tabel 2 : Komposisi zat makanan kulit buah cokelat, rumput gajah dan serat sawit berdasar bahan keringnya
Zat Makanan (%)
Kulit Buah Coklat Rumput Gajah Serat Sawit
Bahan Kering 91,33 92,89 93,21
Abu 14,80 12,88 6,46
Protein 9,71 9,06 5,93
Lemak 0,90 2,36 5,19
Serat Kasar 40,03 38,25 40,80
Beta N 34,26 37,43 41,62
TDN 46,00 20,00 56,00
Sumber : Laconi E.B., 1998
Hasil penelitian Smith dan Adegbola (1998), menunjukkan bahwa kulit buah cokelat tanpa pengolahan yang diberikan bersama konsentrat pada 12 ekor sapi pedaging selama 84 hari, mengakibatkan penurunan berat badan diatas 40% meskipun konsumsinya meningkat. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai guna kulit buah cokelat antara lain melalui penerapan teknologi pakan seperti biofermentasi dan amoniasi urea. Sedang menurut Sunanto, H. (1992), sebelum digunakan untuk pakan ternak, limbah kulit buah cokelat perlu difermentasi terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6%-8% menjadi 12%-15%. Pada ternak sapi pemberian kulit buah cokelat yang telah diproses dapat meningkatkan berat badan sebesar 0,9 kg per hari. Sedang pada kambing sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian.
II. IMPLEMENTASI PROGRAM
• Lokasi dan Peternak
Sebelum konsep integrasi kambing dengan tanaman cokelat ini diimplementasikan, Tim Identifikasi yang terdiri dari unsur Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan dan Universitas Bandar Lampung telah melakukan identifikasi lokasi dan peternak di dua kecamatan yaitu Kecamatan Padang Cermin dan Kecamatan Gedong Tataan.
Setelah melalui berbagai pertimbangan baik teknis maupun non teknis akhirnya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan mengusulkan desa Padang Cermin, Kecamatan Gedong Tataan kepada Bupati Lampung Selatan untuk ditetapkan sebagai lokasi pilot proyek. Selanjutnya Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan menetapkan kelompok Padang Lestari sebagai pelaksana pilot proyek pengembangan peternakan terpadu kambing dan cokelat.
• Kelembagaan
Secara kelembagaan pilot proyek pengembangan peternakan terpadu kambing dan cokelat ini berada dibawah koordinasi Direktorat Pengembangan Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan, di tingkat Propinsi dibentuk Tim Pembina Propinsi. Sedang di tingkat Kabupaten dibentuk Tim Teknis Kabupaten. Kepengurusan kelompok terdiri dari satu orang Ketua dibantu oleh Bendahara dan Sekretaris. Terpilih sebagai Ketua kelompok adalah Bpk. Imron dibantu oleh Bpk. Nurfaizi dan Bpk. Ladaik masing-masing sebagai Sekretaris dan Bendahara.
Untuk membantu kelompok dalam pengembangan usahanya, ditunjuk seorang pendamping kelompok. Pendamping kelompok tersebut adalah Petugas Peternakan (KCD) di Kecamatan Padang Cermin. Tugas Pendamping Kelompok adalah membantu kelompok dalam :
• Menyusun dan memproses DRKK
• Pencairan, pemanfaatan dan pengembalian kredit
• Penerapan teknologi budidaya, panen dan pasca panen
• Pemberdayaan kelompok menjadi koperasi peternakan
• Menjalin kemitraan dengan investor• Pemasaran hasil
• Menyusun dan mengirim laporan meliputi laporan pelaksanaan kegiatan dan laporan lainnya.
• Meningkatkan kemampuan manajerial kelompok
• Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan bersama dengan instansi terkait
Direktur Pengembangan Peternakan (1) bersama kelompok peternak Padang Lestai, Kecamatan Padang Cermin, Lampung Selatan
• Penguatan Kelompok

Dari hasil PRA diketahui bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh kelompok di dalam mengem-bangkan usahanya adalah terbatasnya modal untuk menambah pemilikan ternak. Untuk itu Direktorat Pengembangan Peternakan melalui Bagian Proyek Pengembang Ternak Terpadu TA 2002 telah meng-alokasikan dana pemerintah untuk penguatan kelompok sebesar Rp 48.000.000,-
Berdasarkan hasil kesepakatan kelompok yang difasilitasi oleh Pendamping Kelompok dan Pembina Teknis, alokasi dana tersebut selanjutnya digunakan untuk pengadaan kambing sebanyak 72 ekor, bantuan perbaikan kandang dan pembelian obat. Dengan alokasi dana yang sangat terbatas tersebut akhirnya tiap anggota kelompok memperoleh penguatan usaha berupa penambahan kambing masing-masing sebanyak 3 ekor, perbaikan kandang dan bantuan obat.
• Tatalaksana Pemeliharaan Ternak

Secara umum tatalaksana pemeliharaan kambing di lokasi pilot proyek sudah cukup baik oleh karena pemeliharaan ternak sudah merupakan usaha keluarga yang turun temurun dari orang tua mereka. Kandang kambing yang umum disini adalah tipe kolong. Akan tetapi ada beberapa kandang yang tidak berkolong. Menurut mereka, kelebihan dari kandang tipe kolong adalah kebersihan kandang lebih terjaga dan penyakit parasit lebih mudah dihindari. Sedang kekurangannya adalah biayanya lebih mahal dan kambing dapat terperosok bila alasnya kurang rapat. Oleh karena itu para peternak sangat bersyukur mendapatkan bantuan untuk perbaikan kandang. Sebagian mereka yang kandangnya bukan tipe kolong, dengan bantuan tersebut akhirnya dapat di perbaiki menjadi tipe kolong. Sedang lainnya ada yang digunakan untuk menambah kapasitas kandang dan ada juga yang digunakan untuk memperbaiki kandang yang sudah rusak. Untuk menghindari terjadi kerugian yang disebabkan oleh adanya penyakit, maka kepada para peternak sudah diberikan penyuluhan mengenai beberapa jenis penyakit yang sering menyerang pada ternak kambing lengkap dengan tanda-tanda klinis, pencegahan, dan pengobatannya.

• Sistem Perguliran
Sesuai kesepakatan anggota kelompok pada saat PRA, maka pengambilan dana BLM yang diterima oleh peternak anggota kelompok pilot proyek dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
1. Tahap I : 20% pada bulan Desember 2003
2. Tahap II : 30% pada bulan Desember 2004
3. Tahap III : 50% + 55 (bunga) pada bulan Desember 2005
Sedang pelaksanaan perguliran dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan jumlah dana perguliran yang terkumpul. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu lama menyimpan aset kelompok dalam bentuk tunai di rekening. Perguliran diutamakan kepada anggota kelompok yang belum menerima bantuan. Perguliran berikutnya dapat diarahkan kepada kelompok lain dalam satu kawasan yang memenuhi persyaratan atas usulan kelompok yang bersangkutan dan direkomendasikan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan.
• Resiko Ternak

Resiko ternak, meliputi kematian dan kehilangan ditanggung oleh masing-masing peternak. Keputusan ini dipilih agar anggota kelompok lebih bertanggung jawab terhadap usahanya masing-masing.

III. PERMASALAHAN DAN UPAYA PENYELESAIANNYA
Ada pepatah yang mengatakan bahwa tiada gading yang tidak retak. Meskipun pilot proyek ini telah disiapkan melalui prosedur dan tahapan yang cukup panjang dengan melibatkan instansi terkait, ternyata didalam implementasi masih ditemui beberapa permasalahan. Hal ini terungkap ketika Direktur Pengembangan Peternakan dan staf melakukan kunjungan kerja di lokasi pilot proyek pada tanggal 20 Desember 2002 yang lalu. Pada kesempatan diskusi, beberapa peternak mengungkapkan bahwa pejantan yang mereka beli ternyata belum siap untuk mengawini induk betina yang telah birahi, sehingga induk yang mereka beli tidak dapat segera bunting.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, para peternak mengusulkan agar teknologi inseminasi buatan (IB) dapat diimplementasikan di lokasi pilot proyek. Menanggapi permintaan peternak tersebut, Direktur Perngembangan Peternakan menyanggupi untuk memfasilitasi pelatihan inseminator yang ada di lokasi untuk dilatih IB kambing dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di Balai Inseminasi Buatan yang ada di Propinsi Lampung termasuk pengadaan semen bekunya. Diharapkan pelatihan inseminator tersebut dapat dilaksanakan pada bulan Juli 2003 ini.
Permasalahan lain yang perlu mendapatkan perhatian ialah bahwa ternyata para peternak suka memberikan pakan berupa daun dan kulit buah cokelat yang masih segar. Meskipun kambing menyukai pemberian pakan ini, dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Smith dan Adegbola (1982), yang menyebutkan bahwa kulit buah cokelat tanpa pengolahan yang diberikan bersama konsentrat pada 12 ekor sapi pedaging selama 84 hari, mengakibatkan penurunan berat badan di atas 40% meskipun konsumsinya meningkat.
Untuk itu diharapkan agar Lembaga Penelitian yang terkait dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana dampak pemberian daun dan kulit buah cokelat terhadap produksi dan produktivitas ternak kambing.

IV. PENUTUP
Pada akhirnya keberhasilan dari pilot proyek pengembangan peternakan terpadu kambing dan cokelat ini akan sangat tergantung kepada dukungan dari berbagai instansi terkait dan kelembagaan ternak yang ada. Oleh karena itu fungsi pembinaan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk keberhasilan pilot proyek ini.